Laman

19.




Gobharaṇa atau Bharaṇa Paṇḍita merupakan “rekonstruksi” yang direka penulis-penulis Tibet sewaktu membahas sejarah Buddhisme Tiongkok. Transkripsi Tionghoanya, Chu Fa-lan 竺法蘭, sebenarnya bukan satu kata tunggal. “Chu” menunjukkan daerah asal bhikṣu ini, yakni dari T’ien-chu 天竺 (Sindhu atau Indu/India). Nama “Fa-lan” barangkali lebih cocok direkonstruksi sebagai Dharmaratna atau Dharmarakṣa.

Kemungkinan rekonstruksi lainnya adalah Dharmāraṇya. Kata āraṇya (‘tanpa-perselisihan; tenang’) merujuk pada suatu tempat hening untuk melatih diri, yang biasanya berupa hutan. Berdiam dalam araṇya merupakan salah satu praktek dhūtaguṇa. Teks-teks Buddhis membedakan para āraṇyaka menjadi tiga jenis:
(1) Mātaṅga-āraṇyaka — mereka yang berdiam di pemakaman atau tempat pembakaran mayat;
(2) Daṇḍaka-āraṇyaka — mereka yang berdiam di padang belantara atau gua-gua cadas;
(3) Dharma-āraṇyaka — mereka yang berdiam dalam keheningan Dharma.
Nama-nama Kāśyapa Mātaṅga dan Dharmāraṇya barangkali bukan nama diri yang sebenarnya, melainkan julukan yang diberikan karena gaya latihan yang mereka tempuh.

Chu Fa-lan juga berasal dari India Tengah. Sejak muda ia telah meninggalkan kehidupan rumah-tangga dan sanggup menghafal teks-teks Dhama hingga puluhan ribu śloka. Ia ketat dalam menjalankan vinaya dan memimpin sekitar 1.000 orang siswa. Bersama dengan kawannya, Kāśyapa, ia menerima undangan Ts’ai Yin dkk. dan setuju untuk berangkat ke Cina.

Dalam beberapa versi cerita, siswa-siswanya mencegahnya untuk meninggalkan mereka sehingga Chu Fa-lan harus pergi dengan sembunyi-sembunyi melalui jalan lain. Ia berangkat terpisah dengan Kāśyapa dan baru tiba di Luoyang setahun lebih lambat.